Notorious

Ada yang mengganggu sore itu ketika sepulang kerja, menanti kereta di sebuah stasiun. Layar lebar berukuran 2x3 meter yang terpampang di dinding yang selalu menjadi “teman” para penumpang yang sedang menunggu kereta, menayangkan spot iklan tentang Philippines. Durasinya hanya beberapa detik, dalam tampilan beberapa slide. Ada pohon kelapa dengan sunset sebagai latar belakangnya. Ada pula gambar gadis dengan senyum ramah. Apa yang mengganggu? Karena itu tentang negara lain dan bukan tentang negeriku. Tidak pernah sekalipun saya mendapati promosi tentang Indonesia di sini.. :-((

Begitu sering saya melihat, mendapati, menonton ataupun membaca promosi tentang negara lain di sini. Malaysia dengan slogan Truly Asianya ataupun India dengan motto “Incredible Indianya”. Belakangan Brunei dan Philippines pun mulai gencar. Lalu ke mana negeriku?

Jika anda sering menyimak CNN atau BBC , tayangan iklan tentang Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam ataupun India pasti akrab di mata. Dan meski ditayangkan terpisah, promosi tentang air lines merekapun sering bermunculan.
Malaysia misalnya, menggambarkan diri dengan keragamannya yang (katanya) membuat mereka kaya akan kebudayaan. Itulah sebabnya mereka mengklaim sebagai “Truly Asia”.
Tapi coba simak yang mereka tawarkan melalui iklan tersebut! Wanita berpakaian khas Dayak, pantai pasir putih, air terjun di pegunungan ataupun beberapa orang utan yang bergelantungan di pohon. Seratus persen Indonesia!! Lalu kenapa mereka berani mengklaim demikian? Atau kenapa kita tidak mengklaim hal serupa lalu menanamkan trade mark di kepala orang orang?

Thailand pun begitu. Mereka menawarkan pantai, jajanan ataupun kebudayaan buat menarik minat orang untuk datang. Bukankah kita punya lebih banyak pantai yang tidak kalah indahnya? Beraneka macam jajanan? Dan meski mereka dikenal dengan negeri seribu pagoda, toh kita punya Borobudur yang megah ataupun Prambanan? Lalu mengapa ? Kenapa? Why? Warum? Pourquoi? Limadza? Por qué? Indonesia tidak menampilkan hal yang sama?

Selama tahun 2005 hampir sekitar 16 juta orang tourist yang berkunjung ke Malaysia dan memberikan income sebesar 8 miliar dollar. Mereka menargetkan 20 juta tourist untuk tahun ini. Thailand, kurang lebih punya angka yang idak berbeda jauh. Indonesia? Menurut
Tourism Indonesia, selama January-May'06, kita cuma dikunjungi 1.5 juta wisatawan luar negeri. Yang menyedihkan, angka itu menurun sebesar 8 persen dibanding tahun lalu dengan periode yang sama.
Tapi menurut saya bukan cuma angka angka itu yang menyedihkan. Lebih daripada itu adalah wajah negeri ini di dunia luar. Saya ingin sering mendengar orang lain berkata begitu indahnya Indonesia, begitu nikmatnya masakan khas kita ataupun begitu nyaman terbang bersama Garuda Airlines.
Bukan komentar mereka tentang Indonesia yang muncul di TV atau koran di sini. Bukan tentang gempa saja, lumpur yang meluap, hutan yang terbakar, penyakit menular, tentang bayi yang mati kelaparan ataupun tentang demo yang berujung anarkis.



siebenundzwanzig.elf.nullsechs (Mo.)



Baca selanjutnya.....
___________________________________________

BOND is BLONDe

Seorang penggemar Bond dalam sebuah website dengan sopannya pernah menuliskan, "Bagaimana mungkin seorang aktor yang pendek, pirang, yang wajahnya lebih mirip seorang petinju memerankan agen rahasia yang tampan dan berambut hitam". Lalu lebih lanjut dia menulis,"...kecuali buat orang-orang yang menganggap bahwa Mick Jagger itu cakep, sebagian besar orang pasti menganggap dia bukan seorang Bond".

Ketika Barbara Broccoli memperkenalkan Daniel Craig (DC) sebagai new Bond, saya termasuk dari sekian banyak penggemar 007 yang kecewa sekaligus pesimis. Tulisan tersebut di atas kurang lebih mewakili pendapat saya meski dalam versi yang lebih sopan..:-)
Dan jika mengingat kembali peran peran Craig di film Munich, Layer Cake ataupun Tomb Raider, kekhawatiran itupun semakin menjadi jadi.

Peralihan Bond sebelumnya dari satu aktor ke aktor yang lainnya terus terang tidak terlalu menyita perhatian saya (Bond versi S. Connery cuma nonton di TV). Ketika Roger Moore digantikan oleh Timothy Dalton (TD) dalam "The Living Daylights," saya termasuk yang setuju. Waktu itu saya mikir bahwa om Roger sudah terlalu tua untuk jadi jagoan, wajahnya juga sdh berkerut kerut untuk menjadi idola wanita. Pun saat Brosnan (PB) datang sebagai agen 007 yang baru di "Golden Eye", saya kembali mengangguk setuju. Malahan, meski senang dengan peran TD, PB menurut saya adalah figur yang paling cocok memerankan tokoh rekaan Ian Flemming tersebut. Charming, cool, flamboyan, persis mewakili sosok Bond yang sering diilustrasikan. Lalu tiba tiba saja PB masuk kotak, digantikan oleh DC yang kurang tinggi, yang pirang, yang etc..etc..(baca lagi paragraph pertama di atas).
Sempat terlintas tanya waktu itu, apa sih yang mereka pikirkan ketika memili DC? Apa mereka tidak takut ditinggal penonton penggemar 007?

Tapi ternyata Casino Royale untuk minggu pertamanya di Eropa sudah memecahkan rekor penonton film Bond sebelumnya. Ternyata di sini (Munich-red) antrian untuk menonton tetap panjang. Dan ternyata lagi setelah keluar dari bioskop, saya tidak TERLALU kehilangan PB...:-)
Saya mungkin terlalu menganggap remeh kreatifitas orang2 Hollywood yang bisa menuangkan ide dalam sebuah film untuk kemudian menjadi trend setter di seluruh dunia.

Dalam Casino Royale, lagi lagi mereka membuktikan hal itu. Mereka sepertinya sadar betul dengan "kekurangan" Craig dalam hal pesona lalu lebih menonjolkan adegan2 yang melibatkan otot (baca:kelebihan DC). Tidak ada pameran kecanggihan alat bantu khas Bond, yang ada adalah adegan perkelahian satu lawan satu, pamer kekuatan fisik dan otot yang selama ini menjadi "kelemahan" para Bond sebelumnya. Tidak heran, sosok 007 kali ini harus berkali kali terluka dengan wajah ataupun badan yang berdarah darah. Sesuatu yang haram buat Bond versi sebelumnya.
Tidak ada Bond yang klimis yang meski jatuh bangun berkelahi, tidak sehelai rambutpun yang "terbongkar". Yang tampak adalah Bond dengan model rambut seadanya, sosok Bond yang lebih manusiawi walau kurang mempesona tapi mewakili sosok agen rahasia yang sebenarnya.

Dan buat kamu yang masih meragukan DC, buang jauh2 sosok Bond yang ada di benakmu selama ini. Jangan lagi membandingkannya dengan PB, SC atau pemeran 007 sebelumnya. Setidaknya DC punya sesuatu yang tidak dimiliki Bond2 sebelumnya. Meski masih merasa PB is the best bond ever, sosok DC sebagai Bond yang baru (menurut saya) dapat diterima..:-)


vierundzwanzig.elf.nullsechs



Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Sepakbola dan Shopping

Apa persamaan antara shopping dan sepak bola? jawabnya sama sama buat candu. Buat sebagian wanita, shopping adalah surga, terlepas apakah itu shopping beneran ataukah sekedar window shopping. Sementara sepakbola dalam dimensi yang berbeda juga mampu menyihir sebagian laki laki di muka bumi ini.

Tidak sedikit wanita kalau sedang bershopping ria menjadi lupa waktu. Pindah dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa mengenal lelah. Mereka betah jalan ke sana kemari, coba sana sini, lihat kiri kanan mencari yang diinginkan, keasyikan hingga membuatnya lupa dengan suami atau pacar yang menemani. Tidak jarang setelah berputar - putar mengelilingi setiap galeri yang ada, mereka lalu kembali ke tempat yang sebelumnya dan mengambil barang yang sudah dicoba dua jam sebelumnya. Ketika ditanya kenapa tidak dari awal mengambil barang tersebut, dengan enteng mereka menjawab,"Tadi saya belum yakin benar, sayang."


Lalu mantra apa yang paling tidak bisa mereka dengar dalam hal ini? Diskon atau rabat atau sale atau potongan harga. Mendengar salah satu dari beberapa kata yang serupa tapi tak sama tersebut bisa membuat mereka gelisah, girang ataupun sedih. Gelisah kalau masa diskon tinggal sehari dan dia belum punya waktu untuk ke sana.
Girang jika bisa mendapatkan barang yang betul-betul diinginkan dengan harga diskon, ataupun sedih kalau masa diskon tidak bisa dimanfaatkan, entah karena tidak punya waktu atau karena betul betul cekak..:-)

Mantra itu juga bisa membuat wanita tidak berpikir normal. Membeli sesuatu yang kurang dibutuhkan hanya karena dianggap murah.:-(
Karena sering shopping pula wanita jadi tahu "peta perbelanjaan". Mereka biasanya tahu ke mana harus belanja sesuai dengan barang yang ingin dibeli. Kalau mau sepatu yang bagus di sini, cari baju kantor yang oke di sana, baju anak anak yang murah di situ, etc..etc..
Satu hal misterius yang belum bisa dipahami laki laki jika menemani wanita belanja adalah ketika wanita berniat membeli sepatu, setelah menghabiskan waktu yang tidak sebentar, masuk toko keluar toko ke sana kemari mencoba mencari model dan warna yang pas tapi ujung ujungnya yang dibeli adalah...BAJU!!

Sepakbola kurang lebih punya efek yang sama terhadap sebagian laki laki. Jika sudah menyaksikan tim kesayangannya bertanding, laki laki bisa lupa. Mulai dari lupa diri, lupa waktu sampai lupa keluarga. Saat piala dunia kemarin berakhir, para lelaki di Jerman yang hanya nonton dan membicarakan sepakbola selama sebulan penuh dianjurkan untuk melakukan satu hal, "periksa jika istri anda masih ada di rumah".
Lelaki gibol bisa dipastikan hafal seluk beluk tim kesayangannya. Mulai dari setiap nama pemain, pelatih, nama stadion kesayangan sampai pada pengurus klub. Begadang sampai larut malam bahkan melek sampai pagi tidak menjadi halangan demi menonton sepak bola.
Merekapun hanyut sehanyut hanyutnnya.
Ada tangis, tawa, kecewa sampai keringat dingin. Seringkali sang penggemar lebih sulit menerima kekalahan dibanding pemain ataupun
pemilik klub sendiri. Tidak jarang mereka akan jauh lebih sedih jika kesebelasan kesayangannya gagal atau kalah dibanding jika kehilangan kekasih.
Buat sebagian wanita, permainan ini dianggap pula misterius. Bagaimana bisa begitu banyak orang yang tertarik melihat sekumpulan pemain berebut bola, ditendang untuk kemudian dikejar lagi.

Dan seandainya saja setiap shopping center, gerai atau toko menyediakan TV yang selalu menayangkan sepakbola, para lelaki akan dengan senang hati menemani pasangannya berbelanja, si wanitapun bisa menikmati waktunya..:-P

achtzehn.elf.nullsechs



Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Perintah AGAMA

Terkadang dalam hidup ini sesuatu yang kita anggap sepele sebenarnya cukup penting.
Sesuatu yang kita anggap kecil ternyata “bernilai” dalam mengungkapkan jati diri kita.
Dalam beragama pun begitu. Menganggap bahwa agama ataupun keimanan hanya urusan ritual ibadah kepadaNya dan oleh karenanya tidak menyentuh sendi kehidupan kita yang lain. Kita terlalu peduli dan fokus terhadap terhadap kewajiban vertikal kepadaNya sampai kadang kala lupa atau menyepelekan kewajiban horisontal kepada manusia maupun kepada alam (lingkungan).

Beberapa bulan lalu saat cuti ke Makassar, saya dan keluarga menyempatkan mampir ke Pantai Losari. Kami sengaja memilih datang pagi karena selain ingin menikmati pemandangan pantai, juga ingin menikmati bubur ayam yang murah meriah di situ.

Cukup ramai suasana pagi itu. Ada yang jogging, ada yang jualan, banyak juga yang sekedar jalan jalan seperti kami. Yang menyedihkan, pantai tersebut tetap saja kotor, tidak terawat. Sampah plastik, sampah makanan, berserakan di mana mana. Ada sekelompok keluarga yang duduk tidak jauh dari kami. Wanitanya masih mengenakan mukena, yang pria membawa sajadah. Mungkin sehabis sholat subuh bersama, mereka melanjutkan acara kumpul di pinggir pantai. Ironisnya mereka asyik memakan kacang (2 kelinci?) lalu membuang bungkus kacang di sekitar situ. Tanpa rasa bersalah tanpa sungkan sungkan. Kenapa ironis? karena mereka mungkin mampu menjaga amanah kewajiban terhadap Tuhannya tapi tidak sadar atas kewajiban terhadap lingkungannya. Kita pasti merasa bersalah ataupun berdosa jika melanggar aturan agama tapi adakah kita merasakan hal yang sama ketika membuang sampah kecil (apalagi sampah besar) sembarangan?
Tentu saja, kotornya pantai Losari bukan cuma salah keluarga tersebut tapi bukankah sebagai muslim kita diajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Jika lingkungan, daerah ataupun negara kita tidak bersih, berarti ada yang hilang dari keping keimanan kita bukan?

Contoh lain adalah berjanji. Rasulullah SAW (peace be upon him) menekankan bahwa salah satu ciri orang munafik adalah jika dia berjanji tidak ditepati. Saya yakin tidak ada diantara kita yang senang dicap munafik tapi pernahkah kita bertanya pada diri sendiri, seberapa munafikkah kita? Saya kurang tahu apakah hadits tersebut hanya mencakup tentang janji2 “besar”, yang jelas, jikalau janji sudah terucap di bibir, seenteng apapun itu, haruslah ditepati. Hal ini penting untuk menghormati si penerima janji dan juga si pemberi janji itu sendiri. Tidak perlu mencari contoh “besar” seperti janji seorang pemuda yang bakal melamar gadis kesayangannya, ataupun janji seorang anak yang ingin membiayai orang tuanya berhaji. Sering kali untuk janji kecilpun kita alpa menjaganya. Kadang kita janji untuk bertemu di tempat tertentu pada jam tertentu dengan seorang teman, tapi datangnya ngaret. Kadang berjanji untuk menelpon memberi kabar, malah lupa. Seorang teman non Indonesian, ketika di Libya dulu mengatakan bahwa dia paling alergi kalau seorang muslim berjanji lalu bilang “insya Allah”. Jikalau muslim berkata insya Allah dalam janjinya, menurut dia si muslim tidak bersungguh sungguh. Gara garanya, Dia sudah terlalu sering dibohongi setiap kali berjanji dengan orang lokal di sana yang selalu "menggampangkan" kata insya Allah. Makanya dia berkesimpulan begitu. Salah siapa? Salah kita semua yang selalu berlindung dibalik kata tersebut dan menggunakannya sebagai alasan jika berjanji.

Agama kita mengajarkan pula tentang kesabaran. Begitu tinggi nilai kesabaran ini sampai sampai disebut bahwa Tuhan menyukai orang orang yang bersabar. Aplikasinya? Kabur. Setidaknya seperti yang sering saya alami di negeri tercinta. Mengendarai mobil ataupun motor perlu extra hati hati. Rambu lalu lintas ada di mana mana, Polantas juga banyak, tapi tetap saja banyak pengendara yang bergaya preman. Salip kiri kanan seenaknya, tekan klakson sana sini seolah paling benar sendiri. Tidak sabaran sama sekali. Seolah jalanan dibuat khusus untuknya. Bukan cuma angkot ataupun tukang becak, mobil pribadipun banyak bertingkah serupa.
Belum lagi kalau berbicara soal kebiasaan antri di mesin ATM atau di depan loket. Memilukan.
Orang lain selalu berpikiran bahwa teratur di jalan atau antri di loket adalah masalah budaya. Tapi sering kita lupa bahwa budaya lahir dari kebiasaan individu-individu. Sudah sewajarnya kalau masing masing kita sebagai individu memulai dari diri sendiri. Dan sebagai individu muslim, kita harus menanamkan dalam pikiran bahwa Tuhan juga senang jika misalnya kita tertib di jalan ataupun secara sadar antri di depan loket.

Di dalam mesjid saat sholat berjamaah kita selalu tahu tugas kita. Tanpa diberi peringatan, tanpa aba aba. Yang menjadi makmum secara teratur mengikuti gerakan sang imam, berjejer di belakang sambil meluruskan shaf. Tidak seorangpun makmum yang berani sujud mendahului sang imam. Ataupun membaca ayat sendiri bersamaan dengan sang imam. Yang datang belakangan secara sadar mengisi tempat yang kosong. Tidak pernah dia berdiri sendiri di tempat yang dia inginkan.
Ada ajaran sabar dan disiplin di situ. Sedihnya, ajaran ajaran itu buyar begitu kita melangkah keluar dari pintu mesjid. Ajaran itu tidak berbekas begitu kita di jalan, di pusat pertokoan ataupun di tempat umum lainnya.

Ahh..…masih terlalu banyak yang harus saya lakukan sebelum berani mengaku sebagai muslim..:-(


mittwoch, fünfzehn.elf.nullsechs


Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Berbaik Sangka

Salah satu hal yang bisa kita pelajari di Munich (baca: Jerman) sini adalah berbaik sangka.
Meski sebagian orang jerman terkenal kaku dan dingin, meski sebagian kecil dari generasi mudanya masih ada yang suka rasis (neo nazisme), setidaknya sistem yang ada di sini mengajarkan kita untuk berbaik sangka.
Maksudnya bahwa (umumnya) setiap orang sudah tahu kewajibannya, tahu yang mana yang benar dan salah sehingga tidak perlu kontrol yang berlebihan.

Dan sistem yang berdasarkan asas kepercayaan ini setidaknya bisa ditemui di keseharian kita. Seperti bila seorang polisi mendapati mobil yang diparkir seenaknya, cukup menulis surat tilang lalu menyelipkannya di kaca mobil. Dia percaya bahwa empunya mobil pasti akan datang setelah itu terus melapor mengakui kesalahan serta ikhlas menerima “hukumannya”.

Hal serupa berlaku untuk sistem transportasi. Para pengguna bus, tram, underground maupun public transport lainnya diasumsikan tahu kewajibannya dengan membeli tiket sebelum memakai jasa transportasi tersebut. Tidak seperti di Amsterdam di mana petugas “hampir” selalu ada di setiap kereta ataupun di Paris yang memasang batas di setiap pintu masuk yang hanya akan terbuka jika penumpang mengnyelipkan tiketnya di mesin yang sdh tersedia, di Munich para penumpang jauh lebih “merdeka”.
Di setiap stasiun atau halte cuma disediakan mesin automatis yang menyediakan tiket. Tidak ada petugas yang berjaga jaga, tidak ada pula pintu pembatas yang “meminta” tiket. Setiap orang bebas menggunakan kereta.
Pengelola transportasi merasa hanya cukup dengan memeriksa tiket penumpang sewaktu waktu. Terkadang dalam sebulan saya mendapati dua-tiga pemeriksaan tiket tapi di bulan yang lainnya tidak diperiksa sama sekali. Mereka juga merasa bahwa pesan pesan yang mereka tempel di setiap bus, tram atau kereta sudah cukup menggugah hati penumpang untuk membeli tiket. Pesan itu umumnya menulis bahwa penumpang ilegal itu merugikan, hal yang dibenci dan bisa merusak mental generasi muda. Pesan tersebut juga mencoba menakut nakuti dengan menyebut denda yang berlipat maupun kerja sosial yang bisa saja ditambahkan sebagai hukuman.

Saya pernah mendapati penumpang yang tidak memiliki karcis. Oleh petugas yang menyamar sebagai penumpang, dia dimintai kartu identitas, duit 40 euro dan diberi selembar kertas yang harus dia bawa untuk melapor kembali di kantor terkait.
Sang penumpang gelap (kebetulan memang dia berbadan gelap) berusaha menjelaskan bahwa tiketnya tercecer tanpa dia sadari tapi si petugas tak bergeming. Para penumpang sudah diberi “kebebasan” yang berlebih dan jika sewaktu waktu diperiksa kedapatan tidak memiliki tiket, tidak ada alasan untuk itu. Kebebasan yang diberikan harus dibarengi dengan tanggung jawab. Si petugas di lain pihak merasa diberi kepercayaan untuk mencari penumpang gelap. Dia dibayar untuk itu. Dengan rasa tanggung jawab dia “menghukum” penumpang gelap, tidak menerima segala macam alasan, apalagi menerima tawaran “berdamai”.


Tadi pagi, setelah mengantarkan anak ke sekolah, di depan stasiun kereta, seperti biasa saya membeli koran untuk dibaca di perjalanan menuju kantor. Seperti biasa, saya mengambil koran di kotaknya, lalu memasukkan beberapa uang koin di tempat yang disediakan. Yang tidak seperti biasanya (selama dua tahun tidak pernah mengalami), setelah beberapa langkah, saat masih memandangi topik utama hari itu, saya di hadang oleh dua orang bule yang dandanannya lebih mirip seperti rapper. Salah seorang diantara mereka menunjukkan kartu pengenalnya dan mengatakan bahwa mereka adalah tukang kontrol koran. Saya “digiring” menuju tempat di mana saya mengambil koran tersebut. Seorang diantaranya mengambil kunci dari kantongnya, membuka kotak uang yang ada lalu menghitungnya. Setelah mendapati uang yang saya masukkan cukup, sambil berkata terima kasih, mereka membiarkan saya berlalu.

Setidaknya mereka tahu, saya (baca: orang indonesia) bisa dipercaya dan punya tanggungjawab. Mereka bisa (selalu) berbaik sangka….:-)

montag, dreizehn.elf.nullsechs


Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Superstitious

Siang itu tampak dua orang anak kecil berjaket tebal, memakai penutup kepala dan sarung tangan sedang asyik mengejar-ngejar beberapa burung yang ada di sekitar sebuah taman bermain. Langkah-langkah kecil dari kaki mereka terlihat terlalu lemah untuk mengimbangi kelincahan sang burung dan meski tangan tangan mungil itu direntangkan semaksimal mungkin, burung burung tersebut hanya butuh satu dua kepakan sayap untuk menghindari mereka kemudian hinggap lagi tak jauh dari situ, seakan mempermainkan si anak. Beberapa meter ke belakang, ibu ibu mereka asyik berbicara seperti tidak memperdulikan apa yang dilakukan anak mereka. Sesekali mereka menoleh memperhatikan tingkah laku anaknya, tersenyum, lalu kembali sibuk berbicara sesama mereka. Tidak ada kekhawatiran apalagi rasa takut, meski anak anak mereka sedang mengejar-ngejar burung gagak.

Saya melihat pemandangan itu sambil tersenyum. Bukan hanya karena tingkah anak anak kecil tersebut, tapi juga karena membayangkan bahwa hal yang begini mungkin sulit didapati di Indonesia. Selain karena burung gagak memang jarang ditemui, burung hitam bersuara parau tersebut juga dianggap keramat.
Soal kenapa dianggap keramat, sampai sekarang saya tidak tahu asal mulanya.Yang jelas sedari kecil sdh muncul anggapan tentang itu. Nasib si gagak ini begitu meyedihkan karena dianggap identik dengan ilmu sihir, kematian ataupun kabar buruk lainnya.

Di tahun 80an, kalau nonton film film horor made in Indonesia, hampir selalu ada burung gagaknya. Biasanya si burung gagak jadi peliharaan si tokoh jahat (nenek sihir atau dukun jahat) dan jika si burung gagak sudah hinggap di dekat rumah si tokoh protagonis sambil berkoak koak, bisa dipastikan tidak lama kemudian dia akan mengalami sesuatu yang tidak diharapkan.

Dan lagi lagi saya tidak tahu pasti siapa yang mempengaruhi siapa. Apakah film horor yang menyebabkan timbulnya opini tentang gagak pembawa sial atau film cuma memvisualisasikan mitos yang sdh lama berkembang di masyarakat.
Bukan cuma soal gagak, sejak kecil saya banyak mendengar hal hal serupa. Sesuatu yang dianggap pembawa sial atau tingkah laku alias kebiasaan yang harus dihindari supaya "selamat".
Mulai dari tidak boleh potong kuku pagi/malam hari, lampu kamar mandi yang tidak boleh dimatikan, tidak boleh memaku tembok buat yang istrinya lagi hamil sampai harus segera berdiri meninggalkan meja makan setelah makan.
Saya yakin anda pasti tahu pantangan pantangan lainnya yang tidak saya sebutkan di atas karena biasanya lain daerah, lain budaya, lain pula pantangannya..:-)
Lucunya (atau ironisnya) orang orang yang "agamanya" kuatpun kadang masih saja percaya meski mereka sadar agama mengajarkan untuk tidak mempercayai hal hal yang bersifat takhayul.


Sampai sekarang, di masyarakat kita yang konon sudah modern, sudah lebih berpendidikan, ternyata masih saja banyak yang senang bergelut dengan hal begini. Mungkin itulah sebabnya kenapa sinetron yang menjual cerita superstitious masih laku dan digemari. Kenapa berita tentang kereta api yang jalan sendiri ataupun kolor ijo seperti beberapa tahun lalu sampai menghiasi koran2 skala nasional dan dipercaya oleh sebagian masyarakat kota besar seperti Jakarta sekalipun.

Kenapa? Karena cerita cerita ataupun larangan larangan bersifat pamali yang tidak punya alasan logis masih saja diajarkan kepada anak anak kita. Pemahaman2 logis yang diajarkan, tumbuh bersama doktrin doktin tak masuk akal lainnya di otak mereka. Setelah dewasa, meski berpendidikan bagus, tetap saja otak mereka sulit untuk menyangkal hal2 bersifat superstitious meski kadang mereka sadar itu irrasional. Dan jika ajaran2 itu kembali mereka teruskan kepada anak anak mereka, maka selama itulah superstitious akan menghiasi kepala masyarakat kita.

Daripada sibuk berkutat dengan "dunia lain", lebih baik kita menghabiskan waktu belajar tentang dunia luar. Apakah itu budaya orang luar, teknologi ataupun pengetahuan mereka. Daripada menghabiskan waktu berdebat soal kebenaran kolor ijo misalnya, lebih baik jika kita berdiskusi tentang apa yang bisa dipelajari dari negara tetangga yang semakin jauh meninggalkan kita. Saya yakin masih banyak hal yang perlu kita pelajari tentang dunia luar tersebut. Selain bermanfaat, hal itu pasti rasional.


elften.elften.nullsechs.


Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Pertanyaan Anak

Menjadi orang tua memang tidak mudah. Butuh persiapan fisik dan mental. Harus selalu siap dengan segudang perasaan dan kesabaran. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana suka duka menjadi orang tua sebelum kita mengalaminya sendiri. Karenaperasaan menjadi orang tua tidak akan pernah bisa “dipelajari” hanya dengan membaca buku, mengikuti seminar, bermain bersama keponakan apalagi hanya dengan memperhatikan tetangga dengan anak anaknya.

Salah satu kesalahan yang sering diperbuat oleh orang tua adalah merasa lebih dibanding sang anak. Lebih pintar, lebih berpengalaman, lebih banyak makan “asam garam”, lebih tahu mana yang salah mana yang benar..bla..bla..bla..
Padahal orang tua juga manusia biasa yang tidak harus tahu segalanya. Orang tua juga bisa salah, bisa panik, bisa lupa, bisa tidak tahu dan segala sifat manusiawi lainnya. Orang tua juga terkadang bisa bingung menjawab pertanyaan anaknya yang masih balita.

Suatu hari seorang anak bertanya pada bapaknya ketika mereka berdua sedang menyaksikan film HULK di TV.
Anak : Papa, kenapa HULK kalau marah bajunya jadi robek?


Bapak : Iya, karena badannya membesar berkali lipat. Bajunya jadi terlalu kecil untuk menutupi badannya, makanya robek.
A : Tapi kok celananya gak ikutan robek?

Hening, cuma ada suara dari TV. Si bapak bingung sambil membenarkan perkataan sang anak. Kenapa celana HULK cuma robek sebatas lutut, tidak bernasib seperti bajunya yang tak tersisa sehelai benangpun.

B : Kalau celananya ikutan robek, nanti HULKnya jadi malu (sambil menggoda anaknya)
A : hi..hi..hi…malu karena pantatnya kelihatan ya?

Si Anak senang dan berhenti bertanya tapi dia tidak sadar jawaban sang bapak tidak rasional.

Pada potongan scene yang lain, terlihat sang anak meringis kesakitan sambil memegang lengannya. Sang bapak baru saja mencubitnya gara-gara dia tetap berdiri dan nonton TV dari jarak yang dekat meski telah berkali kali disuruh untuk mundur dan duduk di sofa.

B : Sakit ya?
A : Iya (masih tetap meringis)
B : Itu karena kamu gak mau dibilangin sekali dua kali. Kalau nonton terlalu dekat, matanya bisa rusak. Masih kecil kok pakai kaca mata.

Beberapa menit berlalu. Si Anak kembali asyik menonton film kartun kegemarannya sementara sang Bapak kembali larut membaca koran. Tiba tiba…



A : Pasti papa waktu kecil sering dicubit oleh kakek.
B : Gak, papa dulu kalau dibilangin langsung nurut. Makanya jarang dicubit.
A : Doch1), buktinya papa pakai kaca mata.
B : (speechless, mode bingungnya on)..:-(


Kesempatan yang lain, sang anak meminta bapaknya untuk membeli pohon natal dan disimpan di ruang tamu.

B : Buat apa sayang?
A : Semua teman saya punya pohon natal di rumahnya. Nanti kalau malam, Weihnachtmann (baca: Santa Claus) datang, simpan hadiah untuk anak kecil di bawah pohon Natalnya.
B : Kita ini muslim nak! Kita berlebaran dan tidak merayakan Natal seperti orang Kristen. Kita ke mesjid, mereka ke gereja.
A : Mereka itu siapa?
B : Teman2 kamu yang merayakan Natal, yang ke gereja.
A : Apakah mereka juga sholat di dalam Gereja?
B : Mereka sholatnya berbeda, gak seperti kita.
A : Apakah mereka juga menyembah ALLAH?
B : Mereka menyembah yang mereka yakini sebagai ALLAH.
A : Apakah ALLAH mereka sama dengan ALLAH nya kita?

Si Bapak terdiam, bingung. Mencoba mencari kata kata yang sederhana yang bisa dimengerti oleh sang anak.

Ibarat menonton TV sambil mematikan suaranya, percakapan anak dan bapak itu terus berlangsung. Yang tampak hanya mimik keduanya dan penonton hanya bisa menerka nerka kelanjutan pembicaraan tersebut.

Dan setiap penonton (baca: orang tua) punya versi masing masing bagaimana seharusnya orang tua menjelaskan hal tersebut kepada sang anak. Apapun itu, yang wajib anda pesankan kepada anak sedari kecil adalah di alam raya ini hanya ada satu Tuhan,yang menciptakan semua manusia. DIA sengaja menjadikan umatNya berlainan warna kulit, bahasa dan budaya supaya kita saling mengenal. Dan apabila di dunia ini ada berbagai macam agama dan kepercayaan, itu semua atas izinNya. Jika di hadapanNya semua manusia sama, kenapa pula kita membedakan sesama? Kenapa pula kita Begitu lancang menghakimi yang berbeda dengan kita?


Selamat Mendidik Anak…


Wallahualam bis ashsawab.


Siebten.elften.nullsechs.




Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Planet Bumi

Pernah membayangkan jika anda tinggal di sebuah tempat yang mirip dengan yang digambarkan dalam film Mad Max 3?
Tinggal di "rumah" besi, di atas tanah yang tandus, kering. Tidak ada pohon pohon hijau, tanpa kicau burung apalagi embun pagi. Air tawar betul betul menjadi barang yang langka sehingga memakainya untuk mandipun terasa terlalu berharga. Bagaimana rasanya?
Begitu mengerikan sehingga untuk membayangkannya pun kita enggan. Sayangnya hal tersebut bukan lagi sesuatu yg hanya bisa kita dapati di film2 ataupun bayangan tentang bumi kita beribu tahun kemudian. Hal tersebut, menurut para ahli, bisa saja terjadi setelah 5-6 generasi di bawah kita jika umat manusia tetap "membebani" planet biru ini dengan apa yang disebut pemanasan global seperti sekarang.

Kondisi bumi kita semakin lama semakin mengkhawatirkan. Bumi kita sudah kehilangan ritmenya. Dia meradang, terkapar oleh perbuatan penghuni yang seharusnya memelihara dirinya. Dampak meradangnya planet inipun semakin lama semakin akrab menyapa. Udara yang semakin panas (di belahan Barat Bumi semakin dingin), sungai yang mengering, banjir, tanah longsor, pergeseran musim sampai "suburnya" penyebaran penyakit mikrobiologi yg disebabkan oleh virus, bakteri ataupun parasit.


Dalam seratus tahun terakhir, temperature di bumi kita secara keseluruhan naik sebesar 1 derajat celcius. Akibatnya? Seperti yang kita alami sekarang ini.Lebih parah lagi, jika suhu di bumi naik lagi sampai 4 derajat, maka sebagian Greenland diperkirakan tinggal kenangan, Antartika tinggal sebagian kecil sementara London, Amsterdam, Bangladesh ataupun Manhattan bisa kita hilangkan dari peta. Indonesia? Kota kota yang terletak di pesisir pantai dipastikan bakal menjadi dongeng sebelum tidur.
Air tawar juga semakin sulit karena tinggi air permukaan laut naik puluhan meter hingga menutupi daratan mengakibatkan airnya mengalir bercampur dengan air sungai. Kalau sudah begitu, hidup di kota Bartertown seperti di film Mad Max tersebut bukan lagi sekedar mimpi buruk.
Lalu tanggung jawab siapa untuk menghindari hal itu? Jelas saja tanggung jawab kita semua sebagai penghuni bumi ini.

Sayangnya sebagian dari kita menganggap tidak punya daya untuk menyelamatkan planet ini. Menganggapnya sebagai di luar jangkauan dan "menyerahkan" nya kepada para ahli ataupun pihak yang berkompeten. Padahal sadar atau tidak, kita juga berperan membuat alam ini meradang.

Radang itu bukan cuma salah "si pengambil keputusan" yang lebih senang menjual ijin kepada para pengembang untuk menukar pohon pohon hijau dengan pusat perbelanjaan atau perumahan. Bukan cuma salah pihak tertentu yang entah buta entah tuli selalu membiarkan jutaan hektar hutan kita hilang (terbakar atau ditebang). Bukan pula cuma salah pengusaha yang membangun pabrik tanpa peduli AMDALnya. Lebih dari itu, kita juga punya andil atas terjadinya pemanasan global.

Dalam keseharian kita selalu menambah beban lingkungan tanpa kita sadari. Saat berkendaraan di jalan, menonton TV, mendengarkan radio, surfing di Internet, bercakap di telepon, mengirim sms, memasak di dapur ataupun berdiri di bawah shower di kamar mandi. Dan jika tidak mau anak cucu kita menderita, masih peduli dengan kehidupan mereka kelak, sudah sewajarnya jika kita lebih membatasi diri dalam menggunakan energi.

Mari bersama, selamatkan hidup mereka.


vierten.elften.zweitausendsechs
.


Baca selanjutnya.....
___________________________________________