TOTO

Penggemar musik tahun 80an pasti kenal dengan band yang satu ini. Tembang lawas seperti Africa, Rosanna, I'll be Over You merajai tangga lagu di banyak negara di jamannya. Pernah meraih beberapa Grammy dan telah menjual lebih dari 30 juta kopi album adalah bukti keberadaan mereka. Dan semalam TOTO tampil di Munich dalam rangkain tur dunia mereka "Falling in Between". Kecuali basist utama Mike Porcaro yang cedera (diganti oleh Leland Sklar), Toto datang dengan formasi lengkap. Bobby Kimball, Steve Lukather, Greg Phillinganes dan Simon Phillips.


Adalah Jeff Porcaro dan David Paich yang telah bermain band bersama sejak masa sekolah berinitiatif untuk membentuk sebuah band pada tahun 1976. Mereka kemudian mengajak adik Jeff, Steve, pemain bass David Hungate serta vocalis Bobby Kimball. Nama Toto diambil dari nama anjing dalam serial TV Wozard of Oz yang sedang beken saat itu. Belakangan, Jeff meluruskan bahwa bukan anjing dalam serial tersebut yang membuatnya terkesan melainkan kata Toto yang terdengar simple dan mudah diingat. Kebetulan, kata tersebut berarti "mencakup semuanya" dalam bahasa latin. Cocok dengan warna musik mereka yang bernada rock, pop dan jazz. Pada tahun 1992, Jeff meninggal karena alergi pestisida, sempat membuat band ini vakum dan kehilangan gairah selama bertahun tahun.
Tidak perlu heran kalau melihat penontonnya yang didominasi oleh pasangan pasangan di atas 30an tahun, band rock yang pertama kali merilis album pada tahun 1978 ini memang telah melewati masa jayanya. Meski begitu, ketangguhan mereka dalam bermusik seperti tidak termakan usia. Tembang tembang andalan yang membuat mereka tenar masih mampu menyihir penonton malam itu. Kalaupun ada yang berubah, itu adalah Bobby Kimball dan Steve Lukather yang semakin tambun walau harus diakui kualitas suara mereka tetap prima dan terjaga.

Saat mereka membuka konser dengan menyanyikan lagu dari album terbaru Falling in Between, tampak sekali bahwa penonton tidak terlalu akrab dengan lagu tersebut. Baru setelah intro musik dari lagu Pamela dimainkan, penonton mulai beranjak dari kursi, bergoyang sambil bertepuk tangan, ikut bernyanyi. Seperti tidak ingin membiarkan penonton kembali duduk ke kurisnya, mereka lalu berturut turut menampilkan Child's Anthem, 99, I can't Stop Loving you, Don't Chain My Heart, Caught in the Balance dan Hold the Line. Penonton betul betul dibuat larut. Tata cahaya, panggung dengan layar lebar di belakang yang tampak seperti mata dan sound system yang baik turut mendukung suasana. Setelah Hold the Line selesai, tiba tiba semua lampu dimatikan. Yang tampak hanya cahaya cahaya kecil dari korek api para penonton.

Setelah lampu kembali menyala, mereka menampilkan lagu I'll be over You serta Don't Chain My Heart dalam versi akustik. Setelah itu Rosanna ditampilkan juga dalam versi akustik tapi pada saat sampai di bagian refrain, Simon Phillips langsung menggebrak dengan gebukan drumnya membawakan beat pembuka versi asli lagu ini. Dan ternyata mereka memang mengulangi lagu tersebut dari awal sesuai dengan versi aslinya yang kencang.
Sampai di sini, kelihatan bahwa fisik mereka utamanya si Bobby Kimball telah menurun. Untuk menyanyikan lagu lagu bernada tinggi tanpa berhenti sepertinya sudah terlalu berat untuk vocalnya. Untungnya dia saling mengisi dengan Steve yang memang pada dasarnya adalah vokalis utama untuk sebagian lagu lagu Toto. Trik mereka yang lain, setiap lagu yang dimainkan selalu diawali oleh intro yang agak panjang. Di tengah lagupun, bridge yang dimainkan juga diulangi dua kali. Toh penonton seperti tidak sadar atau mungkin tidak peduli. Kelincahan jari jari Steve memainkan dawai gitarnya tetap mempesona. Ditingkahi permainan keyboard dari Greg dan dentuman drum oleh Simon, tetap mampu menyihir penonton.
Selingan selingan jokes dari Steve di setiap jeda lagu juga mampu membuat penonton tertawa.
Kemudian mereka melantunkan I won't hold you back dari album Toto IV dan Mad about You dari album Manfields. Setelah itu Africa yang betul betul menghipnotis penonton. Sejak intro musiknya dimainkan teriakan histeris dan tepuk tangan sudah mulai terdengar. Pada akhirnya memang lagu ini yang paling ditunggu tunggu malam itu. Sayangnya sampai pertunjukan selesai (setelah hampir 2 jam beraksi) lagu I will Remember dan Mushanga tidak mereka tampilkan. Tapi paling tidak mereka berhasil membawa penonton bermimpi mengingat kembali kenangan puluhan tahun yang lalu. Saat mereka pamit dari atas panggung, semua penonton memberi standing ovation yang panjang.





Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Huruf H

Dalam bahasa Spanyol, huruf H itu tidak dilafalkan sama sekali. Terletak di depan kata, di belakang, di tengah, dalam bentuk huruf kecil, besar, tebal, tipis, italic ataupun underline, kehadirannya selalu diabaikan. Dia ada dan eksis tapi tidak berdaya. Dituliskan, ikutan nampang dalam kata, tapi tidak dilafalkan.

Buat sebagian besar politikus (dari kata poli dan tikus?) yang berkuasa dan atau memegang peranan di negeri kita, rakyat tidak ada bedanya seperti huruf H dalam kasus di atas. Ada, banyak, bersuara, berwujud, berhati nurani dan berkeinginan tapi tidak dianggap, tidak didengar, dicuekin atau bahkan dibodoh bodohi. Kadang juga dianggap eksis tapi tidak lebih baik daripada aroma mulut di pagi hari. Sebisa mungkin dihindari.
Rakyat sedikit dimanjakan hanya saat menjelang pemilihan, pura pura didengarkan, dibujuk untuk kemudian dicampakkan begitu sang pemimpin bertahta.

Sulawesi Selatan bakal menyelenggarakan Pilkada awal November 2007 nanti. Rakyatnya sendiri sih kebanyakan adem ayem aja, lebih banyak skeptis dan tidak mengharapkan apa apa. Tapi tidak dengan para calon yang bakal maju, utamanya gubernur dan wakil gubernur yang masih menjabat sekarang. Sang gubernur beralasan ingin menyelesaikan programnya yang katanya tidak bisa dicapai hanya dalam satu periode, sementara sang wakil mengungkapkan bahwa dia “gemas” dengan perkembangan yang dicapai sampai saat ini, apa daya dia hanya wakil yang tidak pernah diberi peran penting dan karena itu berniat untuk menjadi nomor satu biar bisa lebih leluasa mengembangkan daerah ini dengan programnya sendiri.

Keduanya sudah berkoar2 mencalonkan diri sejak pertengahan tahun lalu. Imbasnya? Keduanya lebih sering tampak saling menyerang satu sama lain. Setidaknya berita berita yang begitu yang sering mendominasi koran koran (online) lokal. Keduanya dikabarkan sudah sulit untuk bekerja sama. Nah lho!..Yang ngurus daerah siapa dong? Yang mikirin rakyat siapa? Bukankah mereka masih makan gaji dan tunjangan dari rakyat? Masih tinggal di rumah dinas, mengendarai mobil plat merah dan segala fasilitas negara lainnya?.

Dasar!!!




Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Bayern 2 Madrid 1

Aroma pertandingan champions league antara FC Bayern melawan Real Madrid sudah mulai terasa di sekitar stasiun kereta Marienplatz, junction menuju ke Frottmaning, tempat stadion Allianz Arena berada. Jam di tangan menunjukkan pukul 18.21 saat saya berada di sana. Tram tram yang lewat dipenuhi oleh fans beratribut berwarna merah yang terdiri dari beberapa kelompok. Mereka memasang bendera Jerman dan FCB di jendela jendela tram. Aparat Polisi beserta petugas security dari MVV (local transportation company) terlihat berjaga di mana mana. Beberapa kelompok fans membentuk lingkaran dan bernyanyi sambil menunggu kereta yang datang. Tampak beberapa orang yang masih berusaha mencari tiket, berdiri sambil memegang selembar karton yang bertuliskan " Suche 1 Karte" (mencari 1 tiket).

Di dalam kereta, mereka tetap saja bernyanyi. Sesekali berhenti, berdiskusi membicarakan peluang Bayern untuk ke babak berikutnya lalu setelah itu kembali bernyanyi. Saya hanya tersenyum memperhatikan mereka. Usia mereka beragam. Dari anak kecil sampai oma-oma yang rambutnya sudah putih semua. Ada yang berangkat bersama teman temannya, ada yang pergi bersama pasangan, ada beberap orang cewek belasan tahun yang berkelompok, sementara ada juga diantara mereka satu keluarga, terdiri dari ayah ibu dan dua anak laki laki yang masih kecil. Menonton langsung sepakbola di stadion adalah hiburan segala umur di sini. Tanpa batas usia, tanpa batas gender. Hal itu disebabkan karena selain kualitas permainan dan fasilitas stadion yang memadai, kenyamanan dan keamanan juga relatif terjaga. Hampir semuanya lengkap dengan pernak pernik FCB. Mulai dari kostum, topi, syal sampai pin pin berlogo Bayern mereka kenakan. Saat tiba di Frottmaning, stasiun sudah penuh dijejali orang. Disepanjang perjalanan menuju stadion yang berjarak sekitar 400an meter dari stasiun kereta, semakin banyak orang yang memegang kertas dengan tulisan mencari tiket. Beberapa diantara mereka berasal dari Jepang.

Tepat jam delapan, Oliver Kahn dan kiper cadangan Michael Rensing muncul di lapangan untuk melakukan pemanasan. Penonton, tanpa dikomando, langsung bersorak, melambaikan bendera merah putih yang disediakan di setiap seat sambil berkoar menyebut.."Olli...Olli..Olli..". Beberapa menit kemudian giliran pemain2 Real Madrid yang muncul yang langsung disambut dengan siulan dan suitan bernada mengejek. Hal ini berlanjut saat nama2 pemain yang akan diturunkan Real Madrid malam itu dibacakan oleh stadion announcer, siulan dan suitan yang memekakan telinga semakin bergemuruh sampai sampai saya tidak bisa mendengar nama pemain dengan jelas.

Tingkah laku dan gaya mereka hampir tidak ada bedanya dengan penonton di Indonesia. Siulan mengejek akan bergemuruh saat pemain lawan yang menguasai bola. Ketika, pemain mereka dilanggar, penonton akan segera berteriak protes meminta tendangan bebas, tapi jika pemain Madrid yang dilanggar, apalagi jika wasit meniup peluit, penonton serta merta menentang dan menghina wasit. Pemain FCB pun mendapat perlakuan yang sama. Jika melakukan manuver yang bagus akan mendapat tepukan. Begitu melakukan kesalahan, caci maki yang didapat. Wasit tidak ubahnya seperti bunglon di mata penonton. Kadang dicaci maki tapi semenit kemudian diberikan tepuk tangan saat mengambil keputusan yang dianggap menguntungkan Bayern.

Dua orang yang duduk di samping kiri kanan saya termasuk penonton yang agak vokal dan over reaktif. Saya tidak bisa menghitung berapa kali kata caci maki keluar dari mulut mereka, yang ditujukan kepada wasit, pemain Madrid dan pemain Bayern sendiri. Mereka sering kali juga berlagak bak Ottmar Hitzfeld. Berteriak mengarahkan jika pemain Bayern yang menguasai bola."Mainkan...!" "Tahan, lihat teman dulu!"...atau "Lari..lari..lari..anjing malas!", Penonton di sekitar kami sering tertawa melihat tingkah mereka. Saat Bayern unggul 2-0, stadion terasa bergetar menahan gemuruh mereka. Kelompok penonton di sebelah Selatan yang tepat berada di belakang gawang Casillas langsung serempak menyanyikan koor, "..Aufwiedersehen....Aufwiedersehen Madrid...Aufwiedersehen..." (Sampai Jumpa, Sampai Jumpa Madrid).

Saat Madrid memperkecil kekalahan menjadi 1-2 dan waktu normal masih tersisa 10 menit lagi, suasana berubah menjadi tegang. Dua orang di samping saya ini lebih banyak diam, tidak bersuara. Beberapa penonton lainnya menggigit gigit kuku pertanda stress. Begitu diumumkan bahwa injury time adalah 4 menit, lagi lagi caci maki yang keluar dari mulut penonton. Hampir semuanya beranjak berdiri dari kursi mereka sambil berharap harap cemas. Namun suasana berubah ceria, saat peluit panjang dibunyikan. Mereka kembali bernyanyi bahkan hingga di kereta menuju pulang.




Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Nürnberg

Deutsche Bahn sudah sejak lama menawarkan tiket akhir pekan (Wochenendeticket) untuk memanjakan customernya. Tiket yang hanya berlaku sehari (sabtu atau minggu) dari jam 00:00 dinihari sampai jam 03:00 hari berikutnya. Tujuannya untuk mendorong masyarakat melakukan perjalanan di akhir pekan. Harganya lumayan murah, 33 euro yang berlaku untuk ke seluruh penjuru Deutschland dan 27 Euro untuk negara bagian Bayern. Cuma itu? Gak. Tiket tersebut berlaku untuk 5 orang, untuk pulang pergi. Not bad, right? Jalan2 naik kereta keliling Jerman dengan harga segitu dan untuk lima orang!

Selama ini, kami sedikit “memandang sebelah mata” Angebot (tawaran) ini, dalam artian tidak pernah memanfaatkannya. Dan entah ide dari mana, sabtu lalu kami berpikir untuk mengunjungi kota tetangga, Nürnberg (English: Nuremberg ) dengan menggunakan tiket Wochenende ini.

Nürnberg merupakan kota kedua terbesar di Bavaria setelah Muenchen, dapat ditempuh selama hampir 2 jam dengan kereta. Dia dikelilingi oleh beberapa landscape yang menarik, seperti pegunungan Franconi di timur, danau Franconi di bagian barat daya. Kotanya sebagian besar dibangun di atas pasir berbatu serta dilalui oleh sungai Pegnitz. Selama jaman pertengahan, kota ini berkembang dengan pesat dan menjadi kota utama Holy Roman Emperor. Di jaman Hitler pun kota ini menjadi markas kegiatan dan pusat propaganda partai Nazi.
Kereta RE yang kami tumpangi tiba di Nürnberg Hauptbahnhof jam sembilan lewat seperempat. Meski udara terasa dingin menusuk, setidaknya sinar matahari cukup bersinar pagi itu. Awalnya kami berpikir untuk menyelusuri kota dengan naik bus atau tram tapi oleh petugas informasi di Hauptbahnhof, kami disarankan untuk berjalan kaki mengingat jarak tempat2 yang menarik peninggalan Altstadt (kota tua) tidak terlalu jauh satu sama lain.

Tujuan kami yang pertama adalah Handwerkerhof (Crafts yard) yang terletak tepat di depan central station. Sayangnya tempat pembuatan kerajinan tangan dan pandai besi sejak jaman baheula ini tutup di musim dingin.

Jalan kakipun dilanjutkan ke Heilig Geist Spital (Hospital of Holy Spirit) yang cukup indah dilihat. Bangunan yang dibangun sejak 1332 ini berdiri kokoh di atas sungai Pegnitz, dapat dinikmati dari atas jembatan yang dibangun tidak jauh dari situ. Lalu ada pula Hauptmark, pasar tradisional yang berada di depan Fraunkirche. Pagi itu belum pengunjung belum terlalu ramai. Pedagang pedagang makanan, sayuran dan penjual bunga masih sibuk mengatur dagangannya. Beberapa meter dari situ, ke jalan yang lumayan mendaki, ada Kaiserburg yang menjadi simbol kota ini. Dari atas bangunan yang sudah berumur lebih dari 1000 tahun ini, kita dapat menikmati pemandangan kota Nuremberg dari atas.

Pilihan berikutnya adalah mengunjungi rumah Albrecht Duerer, yang seperti halnya Rembrandt dan Goya, dianggap pelopor old master prints. Jujur saja, namanya kedengaran asing ditelinga bahkan hingga saat saya sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Tapi begitu melihat self portrait dan beberapa karya lukisannya, baru otak ini sadar,"ohh..sampeyan to' orangnya!"


Dari sana kami beranjak ke Henkersteg yang tidak kalah cantiknya, menikmati riak riak air dari atas jembatan kayu yg sudah berumur ratusan tahun dengan background bangunan2 tua. Tidak ketinggalan City Hall, Deutsche Bahn museum dan juga Spielzeug museum. Yang terakhir ini pilihan anak kami yang sedari awal sudah mewanti wanti agar mampir di situ. Dan ternyata kami juga bisa menikmatinya. Namanya juga museum mainan, isinya semuanya berhubungan dengan mainan. Ada boneka mainan sejak abad ke 18 sampai jamannya Barbie (yang mukanya lebih tepat dianggap "menakutkan" dibanding lucu saking tuanya), mobil2an/kereta mainan yang sudah berumur ratusan tahun juga ada. Perkembangan cara pembuatan film2 kartun dari jaman hitam putih sampai digital juga ditampilkan.

Untuk informasi lebih lengkap tentang Nürnberg, silahkan lihat
di sini.






Baca selanjutnya.....
___________________________________________