Tanah Air Beta

Seringkali orang orang Indonesia yang menetap di luar negeri -negara maju- menganggap tinggal di negara kita tidak ada baiknya. Mereka membandingkan “kualitas” hidup yang relative lebih baik dibandingkan di Indonesia. Biasanya mereka menyorot tentang pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi, keadaan kota yang teratur, bersih, hijau dengan kualitas udara yang baik, public service dari pemerintah yang jelas dan mudah – bandingkan dengan ngurus ktp di Indonesia-, sampai sistem transportasi yang lengkap. Tentu saja saya tidak punya alibi untuk menyangkal hal tersebut. Tanpa mengurangi rasa cinta saya pada tanah air, dalam hal itu kita memang jauh tertinggal. Saya malah terkadang terlalu pesimis dan berpikir bahwa untuk hal tertentu, meski menunggu seratus tahun pun kita tidak akan berada di level seperti mereka sekarang.

Tetapi – setidaknya menurut saya- ada hal positif yang kita miliki di Indonesia yang tidak mereka miliki di sini:

1. Rasa kekeluargaan
Di masyarakat kita, hubungan antara anak -begitu mereka dewasa dan mandiri- dengan orang tua ataupun sesama saudara jauh lebih kental dibanding kebanyakan orang bule di sini. Mereka sudah terlalu individualistis sehingga hubungan ortu dan anak tidak lebih dekat dibanding hubungan dengan teman. Hubungan anak-ortu atau dengan saudara kandung tersekat oleh dinding kebebasan sebagai individu. Orang tua dititipkan di panti jompo atau anak yang menengok ortunya sekali setahun adalah hal yang biasa. Mau ortu lagi susah atau sedang dirundung masalah, sang anak tidak perlu merasa durhaka jika tidak menengok. Pun anak (yg sdh dewasa) jika terbaring di rumah sakit dan sampai sembuh tidak ditengok, tidak akan uring uringan pada ortu. Yang juga menyedihkan, seorang kakek/nenek yang rindu ingin melihat cucunya harus membuat janji untuk berkunjung jauh hari sebelumnya.


2. Kehidupan beragama
Orang sini banyak yang mengaku menganut agama tertentu tapi pada kenyataannya adalah atheis. Mungkin pikiran mereka sudah terlalu logis dan hanya percaya segala pada sesuatu yang bisa dijelaskan dengan logika. Buat mereka ini, agama dan kitab suci adalah cerita usang orang orang dulu. Tuhan hampir tidak pernah terpikirkan. Rumah ibadah lebih banyak kosongnya. Kalaupun ada, hanya dipenuhi oleh orang2 tua atau malah turis yang mengunjungi rumah ibadah karena bernilai bersejarah yang berusia ratusan tahun.
Sebaliknya, meski banyak masyarakat kita yang menganggap agama hanya sekedar identitas di ktp, setidaknya kita masih bisa merasakan “aroma” Tuhan di Indonesia. Ibaratnya, suasana sekitar kita mendukung. Jika mesjid telah mengumandangkan suara azan, selalu ada saja yang mampir meninggalkan dunianya sejenak untuk memenuhi panggilan Tuhan. Saat di Jayapura dan di Dili pun saya bisa merasakan betapa umat kristiani antusias mengunjungi gereja untuk beribadah. Bali apalagi, nuansa Hindu dengan segala ritualnya seakan tidak ada hentinya.

3. Pornografi
Saya tidak tahu batasan pornografi di sini bagaimana tapi buat orang tua yang masih kolot seperti saya, adalah tantangan terbesar melindungi anak dari produk2 pornografi. Gambar perempuan telanjang misalnya, sangat sulit dihindarkan dari anak karena setiap hari muncul di koran, TV, majalah ataupun iklan yang dipampang di stasiun atau halte bus. Belum lagi saat musim panas, jika berkunjung ke danau atau taman, pemandangan perempuan telanjang/topless ada di mana mana. Bahkan nenek-nenek yang bodynya melar ke mana mana dengan kulit keriput juga ikutan telanjang. Jawaban apa coba yang harus diberikan kepada anak yang bertanya, “…papa kok omanya gak pake baju?”.
Suatu ketika, di dalam U bahn – underground- saat pulang kantor, penumpang berjubel, sepasang ABG cuek saja beradegan hot disaksikan orang sekitarnya. Reaksinya? Cuek, gak ada peduli, meski si lelaki memasukkan jarinya ke sela sela paha pasangannya, meski si perempuan mendesah sambil merem melek. Kalau yang begini menjadi tontonan anak kita sejak kecil, lama lama mereka menganggapnya normal dan biasa.
Saya tahu di Indonesia, pornografi dan teman temannya sudah tidak setabu jaman bapak kita dulu, tingkah laku kita juga tidak sealim yang kebanyakan orang kira tapi setidaknya serangan pornografi tidak (belum) segencar di sini.

Jadi setidaknya masih ada aspek di mana tinggal di Indonesia lebih baik dibanding tinggal di luar. Tul gak?


photo diambil dari: www.seltech.co.id


___________________________________________

4 Comments:

  • Jawab gini aja Don.... Omanya pake baju kok...Tapi lupa disterika aja...:-)

    By Anonymous Anonymous, At 7:01 AM  

  • makasih ya om postingannya setidaknya menyadarkan tentang betapa seharusnya kita bangga punya negara yang namanya indonesia

    By Blogger Unknown, At 11:09 AM  

  • tinggal dimanapun, pasti ada susah en senangnya :)

    kalo mendengar pendapat mama saya, beliau malah lebih khawatir en deg2an saat saya tinggal di indo daripada di aussie. krn menurut beliau, kemungkinan seorang anak untuk dipengaruhi ke hal2 yg jelek lebih besar dibandingkan di aussie atau saudi. yah pendapat org beda2 lah :)

    satu hal "gak enaknya" tinggal diluar itu yah diskriminasi.. racism.. dsb. krn qta dianggap minoritas. tp hal ini bisa ditemukan dimana2... we can't really complain much since kita istilahnya numpang di negara orang hehehe

    By Anonymous Anonymous, At 2:07 PM  

  • Arman: just wait until your kids ask the same question, would you give them the same answer?


    Landy and Amelie:
    betul, tinggal dimanapun (termasuk di Indonesia) ada baik buruknya.
    Tapi gw setuju, pengaruh buruk lingkungan lebih sulit dihindari kalo anak2 gede di indo dibanding di sini.

    By Blogger Donnie, At 7:35 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home