Hunting


Bukan soal berburu rusa ataupun binatang lainnya karena saya adalah pencinta sesama –sesama mahluk Tuhan maksudnya-, apalagi berburu penjahat. Yang ini tidak membutuhkan keahlian khusus tapi membutuhkan sedikit keberuntungan.

Pagi itu, meski udara dingin menusuk, meski hari masih gelap, saya berangkat dari rumah lebih awal. Tujuannya bukan ke kantor melainkan menuju ke Vorverkaufstelle (tempat penjualan tiket olahraga dan musik). Hari itu adalah hari resmi penjualan tiket champions league antara FC Bayern (FCB) melawan Real Madrid yang bakal berlangsung awal Maret nanti. Hal yang lumrah di sini untuk menjual tiket jauh hari sebelum hari H. Malahan untuk beberapa pertunjukan konser musik – seperti konser Robbie Williams atau Anna Netrebko- tiket telah terjual setahun sebelumnya (dan ludes hanya dalam hitungan jam)!!!


Sebenarnya saya tidak terlalu berharap banyak untuk mendapatkan tiket hari itu. Saya sudah berhitung untuk mecarinya di „black market“ meski untuk itu terpaksa membayar 3-4 kali lipat. Bagaimana lagi, kesempatan menyaksikan Real Madrid bertanding tidak tiap tahun datangnya. Di sini juga ada yang namanya „black market“ meski dalam skala lebih kecil. Untuk pertandingan olahraga ataupun konser musik yang banyak peminatnya, setiap orang biasanya dibatasi untuk membeli tiket (maksimal 2-5
lembar) dengan menunjukkan kartu identitas diri. Jadi, orang yang misalnya cuma butuh 1 tiket, bakal menjual tiket sisa yang dimilikinya. Itulah sebabnya di black market pun orang tetap saja berebutan meski harganya berlipat lipat karena jumlahnya terbatas.

Saat tiba di Vorverkaufstelle Ostbahnhof, antrian sudah mulai mengular, belok sana sini. „Busyet, orang orang ini gak tidur apa?“ pikir saya dalam hati. Kegagalan mendapatkan tiket resmi seperti tahun sebelumnya langsung terbayang. Saat itu, untuk mendapatkan tiket pertandingan AC Milan yang datang bertandang ke Muenchen di ajang kompetisi yang sama, saya juga ikutan antri di tempat ini. Setelah dua jam berdiri berdesakan, kedinginan, sambil menahan kemih, saya gagal total. Dari ratusan orang yang antri, hanya lima orang yang pulang membawa tiket. Itu karena tempat tersebut hanya kebagian beberapa lembar tiket. Setahu saya, ada dua Vorverkaufstelle yang menjadi penjual resmi tiket FCB di Muenchen. Satu di Ostbahnhof, satunya lagi di Neuperlach Zentrum. Cuma, mereka biasanya hanya kebagian beberapa puluh lembar tiket karena sebagian besar tiket dijual (langsung atau lewat internet)di markas FC Bayern yang memberi prioritas anggota resmi fans club.
Untuk ke markas FCB langsung, saya tidak senekat itu, karena itu berarti harus menginap di sana lengkap dengan kantong tidur bersama ribuan orang lainnya!!!

Setelah antri beberapa saat, saya memutuskan untuk ke Vorverkaufstelle di Neuperlach Zentrum. Pertimbangannya, kali aja di sana antriannya lebih pendek karena terletak agak di luar kota. Ternyata tidak meleset. Saya adalah orang ke sebelas yang datang. "Kalau ada 50 lembar tiket yang terjual, bakal dapat tapi kalo cuma 10 lembar yang tersedia...," ujar saya dalam hati mencoba berhitung segala kemungkinan.

"Kita menunggu di sini berharap keberuntungan," ujar bapak di depan saya yang semua rambutnya telah memutih. Dia seakan bisa membaca pikiran saya. "Bila nanti ada 10, 50 ataupun cuma 2 lembar tiket, yang penting kita sudah mencoba," lanjutnya lagi. Semua yang menunggu lantas mengiyakan.
"Saya ke markas FCB semalam dan pemandangannya luar biasa. Ribuan orang antri bukannya berdiri memanjang tapi sambil tiduran," tambah seorang anak muda.


Tanpa sadar, antrian semakin lama semakin memanjang. Tidak tahu mau berbuat apa, koran pagi juga sudah terbaca semuanya, saya lantas memperhatikan yang lain satu per satu.Yang paling depan, sebaya dengan saya, sengaja membawa kursi lipat, melanjutkan tidurnya sambil bersandar di dinding. Tepat di belakang saya, seorang ibu muda yang juga membawa serta putrinya lengkap dengan kereta bayi. "Betul betul diniatin," pikir saya. Yang antri pagi itu beragam. Ada yang baru bangun dengan rambut masih awut2an, Ada yang rapi dengan rambut klimis. Ada yang berjas dan berdasi, ada yang bercelana jeans belel dengan tempelan sana sini. Ada anak belasan tahun ada juga perempuan separuh baya yang lebih pantas disebut oma. Menurut saya, cinta yang luar biasa terhadap klub kesayangan ditunjang dengan fasilitas stadion yang relatif baik dan aman, membuat oma2/opa2 tersebut tetap rajin menonton sepakbola live di stadion.

Sekitar 2 jam antri, akhirnya Vorverkaufstellenya buka juga. Wanita yang bertugas di situ mengumumkan bahwa setiap orang hanya boleh membeli dua lembar tiket dan harus menunjukkan kartu identitas diri. Ketika mengetahui bahwa mereka menjual 60 lembar tiket, lega hati ini. "Tidak sia sia kaki ini pegal pegal," gumamku sambil tersenyum.

Photo diambil dari www.fcbayern.de

___________________________________________

3 Comments:

  • Bukannya lebih enak nonton di tv..........?

    By Blogger Esha, At 6:51 AM  

  • Esha...emang sih, enak nonton di tv tapi paling enak kalo nonton langsung di stadionnya...suasananya itu lohhh....dan saya yakin bang donnie pasti dapet tempat duduk dipucuk stadionnya...Tul gak sih!?

    By Anonymous Anonymous, At 1:00 PM  

  • wow.. asyiknya yang bisa nonton live!!! kelas dunia lagi...

    walau untuk mendapatkannya (tiket) harus berjuang sampe titik darah penghabisan.

    By Anonymous Anonymous, At 7:32 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home