Madrid versus Muenchen

Madrid dan Muenchen “hanya” berjarak sekitar 2 jam waktu tempuh penerbangan namun keduanya bagaikan dua dunia yang betul betul berbeda. Membandingkan keduanya bagaikan membandingkan gaya permainan Bayern Muenchen dan Real Madrid. Satunya disiplin, kaku dan straight to the point sementara yang satunya lebih bermain dengan hati, mencoba menikmati permainan, berseni, meski tujuan akhirnya sama mencapai kemenangan. Tentu saja opini saya berikut ini sangat subjektif dan terbatas karena hanya bisa menikmati kota Madrid dalam hitungan hari.


Madrid International Airport aka Baraja tidak lebih baik dibandingkan dengan Frans Joseph Strauss Airport. Setidaknya tidak di bagian kedatangan terminal satu, tempat kami tiba. Sebagai salah satu kota terpadat dan paling sering dikunjungi di Eropa, semestinya Madrid lebih membenahi airportnya ini. Kesan tua dan kurang terawat sangat kental terasa terutama di tempat check in, pengambilan luggage dan toilet. Kenyamanan transportasi dari airport ke pusat kota juga kalah jauh dibandingkan di Muenchen. Hal menarik, taksi gelap banyak berkeliaran di sekitara airport (jadi ingat Cengkareng) yang mustahil didapatkan di Muenchen.


Menikmati perjalanan dari airport ke pusat kota sudah memberi kesan betapa berbedanya kota ini dengan Muenchen. Tingkah laku pengendara di jalan, coretan coretan graffiti di sebagian besar dinding bangunan yang ada serta suasana kotanya. Di Muenchen, bus angkutan umum hanya mengambil dan menurunkan penumpang di halte yang telah disediakan. Taksi pun begitu, tidak pernah saya melihatnya mengambil atau menurunkan penumpang di tengah jalan meski misalnya saat menunggu lampu sedang merah. Di Madrid sering saya mendapati sopir bus yang membukakan pintu untuk penumpang meski bukan tepat berada di haltenya. Sopir taksi juga seenaknya berhenti demi penumpang meski kendaraan di belakangnya terpaksa menunggu. Yang positif adalah, kendaraan di belakangnya dengan sukarela menunggu tanpa membunyikan klakson. Mungkin mereka sudah terbiasa dengan hal ini. Kebanyakan orang juga sering menyeberang jalan sembarangan tanpa harus menyeberang di zebra cross atau dekat lampu merah. Hal yang agak “memalukan” jika dilakukan di Muenchen.




Ibarat gadis, Madrid lebih banyak menarik perhatian turist. Lebih menawarkan keindahan dan kehangatan (udaranya) dibanding Muenchen. Ada banyak yang ditawarkan mulai dari Royal Palace, Buen Retiro Park yang dibuka sejak 1631, Puerta de Alcala, Prado Museum, Cibeles Square sampai Toledo yang terletak agak di luar kota. Selain itu beberapa kantor, hotel ataupun restaurant menempati gedung gedung tua yang berusia ratusan tahun banyak saya dapati. Hampir setiap sudut kota kental dengan peninggalan sejarahnya. Sayangnya ada banyak tangan jahil yang merasa kreatif dan mencoreti dinding-dinding apartement, gedung ataupun pertokoan. Coretan2 graffiti ini banyak dijumpai dan agak mengganggu pemandangan kota.


Dalam hal transportasi, saya lebih menyukai Muenchen. Madrid mungkin terlalu padat sehingga kemacetan -utamanya saat rush hours- tidak bisa dihindari. Meski tidak separah di Jakarta, pemandangan mobil yang berjejer memanjang di jalanan jadi santapan di pagi dan sore hari. Kenyamanan ber -underground juga setali tiga wang. Metro di Madrid relatif lebih kecil dengan daya tampung lebih sedikit. Stasiunnya pun tidak ramah bagi penyandang cacat ataupun orang yang bepergian dengan anak kecil atau kereta bayi. Lift dan escalator tidak tersedia di banyak stasiun. Kalaupun ada, tidak sampai ke bawah ke tempat Metro berhenti. Di stasiun Metro Sol dan Gran Via -dari kereta menuju keluar stasiun- ada beberapa tangga dan “pintu pembatas” yang harus dilewati. Di saat jam sibuk, butuh waktu beberapa menit untuk keluar dari stasiun. Sulit dibayangkan jika terjadi hal hal bersifat emergency (semoga tidak pernah terjadi) yang membuat orang berebutan untuk keluar, akan banyak menimbulkan korban yang terjepit ataupun terinjak karena acces keluar yang sempit dan rumit ini.

Entah karena musim libur atau memang betul betul ramai, suasana kota Madrid cukup padat dibanding Muenchen. Apalagi di daerah Plaza Mayor, Puerta del Sol dan Gran Via yang merupakan pusat kota, penuh dengan “lautan” manusia utamanya menjelang sore sampai tengah malam. Di pagi sampai siang hari, tempat ini masih relatif lapang. Kalaupun ada yang menarik perhatian adalah antrian panjang sampai berbelok seperti ular dari orang orang yang sedang antri membeli kupon lotto. Rupanya ada banyak pemimpi di kota ini. Saat sore menjelang, suasana menjadi lebih padat, untuk berjalanpun sangat sulit. Restaurant dan toko souvenir di sekitarnya penuh jejal manusia. Beberapa wanita penghibur berdiri menunggu pelanggan juga terlihat. Ada yang sendiri, adapula yang berkelompok. Berkulit hitam atau putih, berambut pirang ataupun cokelat, semuanya ada. Bahkan ada pula yang berkulit putih bermata sipit tipikal wanita asia timur. Satu lagi, di Madrid begitu banyak pendatang yang berasal dari Amerika Selatan sehingga muka muka “melayu” yang familiar di mata mudah dijumpai.


Last but not least, harga-harga di Madrid relatif lebih murah dibanding di Muenchen. Hal ini berlaku untuk pakaian dan sepatu, souvenir serta tarif taksi. Kostum sepakbola yang aspal dengan harga miring juga ada di mana mana. Di Muenchen kostum sepakbola aspal seperti ini bagaikan hujan di musim kemarau. Sementara harga makanan dan akomodasi relatif sama.
Jadi, enakan mana tinggal di Madrid atau di Muenchen? Tergantung keinginan anda. Buat saya, Madrid mungkin lebih menarik buat turis tapi untuk tinggal saya lebih memilih Muenchen dengan segala keteraturan dan kekakuannya.


Sebagai perbandingan silahkan tengok tentang kedua kota tersebut di sini:

Madrid
Muenchen






___________________________________________

7 Comments:

  • hi. if only u write in english. that would be helpful to me. how are you?

    By Blogger jmacam, At 3:06 PM  

  • yah..yang pasti dua2 asyik! coba sekali kali bandingin bali vs münchen dunk!

    abang yang komentar di bawah ini ternyata cakep juga loh ;p salam kenal deh!!

    By Anonymous Anonymous, At 3:42 PM  

  • salah maksudnya yang di atas itu..tu

    By Anonymous Anonymous, At 3:43 PM  

  • to: j is j

    i am fine and thanks for coming by.
    I prefer to write my stories in indonesian since nearly all my visitors r indonesian.

    why dont u learn our language instead?..he..he..(kidding).

    By Anonymous Anonymous, At 8:16 PM  

  • Senengnya baca cerita adanya kota yang 'kelakuan'nya mirip2 kota-kota besar di Indo...Bukan bermaksud ingin mempertahankan 'kebiasaan' tersebut di Indo, ya pengennya bisa 'berkelakuan' seperti di Muenchen sih... Tapi selama ini rasanya Indo itu paling ga oke deh kalo masalah 'kelakuan' seperti itu, bikin hati sedih aja...

    By Blogger Leny Puspadewi, At 1:52 AM  

  • Photo Mas Donnie di flickr bagus-bagus juga lho ..

    By Blogger CUPI, At 3:07 PM  

  • aku sih pengennya "nyicip" dua-duanya.

    By Blogger -Fitri Mohan-, At 1:26 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home