Image

Suatu hari, ibunya anak anak (ciyee) yg selalu bertugas menjemput anak kami di sekolah diomelin oleh gurunya anak anak. Gara2nya pagi hari itu bapaknya anak anak (baca:saya) yg bertugas ngantarin si anak setiap pagi datang terlambat. Sebenarnya sih gak terlambat2 amat, anak saya tiba di depan kelas pada saat bel sekolah berbunyi. Tapi tetap saja sang guru ngomel krn sebelumnya para orang tua sudah diingatkan agar anak harus tiba di sekolah beberapa menit sebelum bel berbunyi supaya mereka punya waktu untuk mengganti sepatu (di dlm kelas mereka memakai sepatu berbeda), menggantung jaket, tas dan menyiapkan alat tulisnya. Jam 8 teng, si anak sdh harus duduk di bangkunya, siap menerima pelajaran.

Sebelumnya saya selalu mengantar anak jam 7.30 pagi, mengikuti jadwal bus di depan rumah. Perhitungannya, perjalanan dari rumah ke sekolah cuman 15 menit, jadi masih bisa on time. Apa daya hari itu busnya datang telat, otomatis tiba di sekolah juga telat. Karena yang nyopir waktu itu adalah cewek, saya jadi menerka2 bahwa penyebab busnya terlambat karena dia cewek, bawa mobil besar pelan2 dan serba hati hati.
Saat itu ibunya anak anak (iya dong, masa dibilang induknya anak anak) sdh mencoba menjelaskan dasar alasan kenapa anak kami terlambat, tapi setiap kali dia mau membuka mulut, saat itu pula si ibu guru memotong sambil mengangkat telunjuk, menggeleng2kan kepala, “keine Ausrede!” (No Excuse).
Alasan lupa ataupun terlambat karena macet memang kurang ampuh di sini..:-(

Dan keesokan harinya saya pun mengantar anak lebih awal, mengikuti jadwal bus yang jam 07.10 pagi. Meski hari masih gelap, lampu2 jalan masih menyala, tetap aja dengan semangat kami berangkat. Karena busnya sdh on time, otomotis kami tiba di sekolah juga lebih awal. Beberapa anak2 yang datang duluan meski kedinginan tetap setia menunggu di depan pintu. Saya langsung masuk menemani anak saya, mengganti sepatu, melepas jaket dan menyiapkan bukunya. Sang guru yang datang kemudian terlihat begitu surprised. Setelah menyapa anak saya, dia kemudian ke arah saya, berbasa basi dan berkata “ anda terlalu cepat datangnya. Selain guru, yang lain tidak bisa masuk ke dalam ruang sekolah sebelum jam 7.45 pagi karena kalau terjadi apa apa asuransi tidak akan menanggung. Bagaimana kalau anak anda ke toilet terus terjatuh?”. Sayapun hanya mengangguk-angguk karena tahu dia tidak akan menerima alasan apapun. Bukannya dipuji karena cepat datang, tetap aja diomelin.

Keesokannya lagi, tetap berangkat 07.10 pagi, busnya tetap on time, tiba di sekolah tetap kepagian tapi sekarang menunggu di depan pintu sekolah, ikut mengigil kedinginan. Biarinlah saya pikir. Toh di Indonesia orang2 berangkat jauh lebih awal. Biar bisa ngajarin anak disiplin, biar gak diomelin ibu guru, biar dibilang orang tua yang peduli dgn anaknya dan biar gak dibilang pemalas dan biar biar lainnya. Nanti apa pendapat gurunya tentang saya kalo sampai terlambat lagi.

Sesungguhnya saya, anda dan mungkin juga sebagian dari kita terkadang sangat peduli dengan pendapat orang lain. Sebelum melakukan sesuatu, tak jarang yang terlintas di benak adalah , “ Nanti orang bilang apa, Nanti yang lain nganggap apa”, etc..etc..
Pikiran seperti ini sering bermakna positif tapi tidak jarang berdampak negatif. Yang memilukan, tanpa sadar kita lebih peduli untuk menjaga image di mata manusia dibanding di hadapan Tuhan. Ada wanita yang memakai baju mahal dan bermerek untuk ke pesta demi harkat diri, sementara ketika menghadap Tuhan hanya berbaju daster yg juga dipakai ketika memasak dibungkus mukena yang kusam. Ada lelaki yang tidak sayang menghabiskan uangnya untuk pakaian tapi mendadak merasa “miskin” untuk membeli sekedar sajadah dan baju muslim.
Jika diundang ke sebuah pesta , kita selalu ingin tampil terbaik dengan busana yang terbaik (dari luar sampai ke dalam2nya) dengan aroma yang terharum. Beberapa wanita bahkan rela dipermak di salon berjam2 sebelumnya. Demi apa? Demi prestise, gengsi ataupun image. Ke mana perasaan itu ketika hendak “bertemu” menyembah Tuhan? Jelas saja tidak harus ke salon setiap kali ingin beribadah, tapi setidaknya akan lebih baik jika kita juga menjaga image di hadapanNya.

Ketika hari hari akhir ramadhan, jamaah di mesjid jauh berkurang, pengunjung di mall jauh bertambah, mungkin disebabkan oleh masalah image itu tadi.



Muenhen, zwanzigsten.zehnten.zweitausendsechs

___________________________________________

2 Comments:

  • Jadi, kesimpulannya...bagusnya datang seperti biasa aja, ya? Nggak cepat, tapi juga nggak telat...oder?

    By Blogger arman, At 3:45 PM  

  • yap..kita memang sering menghabiskan lebih banyak uang utk penampilan yg dilihat org tp ketika mau ngisi celengan masjid kita cuma cari recehan...atau seribuan yg kumal. kalo begitu apa pantas kita mengharap surga Nya?

    By Anonymous Anonymous, At 4:38 AM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home