Yusril dan Nikah Siri

Heran deh sama pola pikir sebagian dari masyarakat kita. Begitu tahu Mensesneg kita menikah lagi dengan gadis yang katanya lebih pantas jadi anaknya, langsung heboh. Media infotainment ramai ramai memberitakan. Komentar yang kebanyakan bernada negative segera bermunculan. Tanpa membenarkan tindakan Yusril, saya pikir masyarakat gak perlu seheboh itulah. Kalau seandainya ada berita "Yusril menikah dengan pemuda yang 30 tahun lebih muda"..baru deh bisa heboh..:-)

Lihat sisi positifnya aja deh (bukan berarti menikah dgn gadis 20an thn itu positif ..:-) ), setidaknya Yusril berani mengikrarkan diri. Pake ngadain acara lagi (biarpun terbatas). Dia gak sembunyi dibalik topeng agama yang bernama "nikah siri" yang dipake bang Haji dan teman temannya untuk menyalurkan hasrat lelakinya. Dia mengikatkan dirinya secara agama dan juga hukum. Kalau mereka mempunyai keturunan, sang anak akan punya identitas di mata Tuhan dan negara. Gak bingung ngurus akte kelahiran, mau sekolah di mana, etc.

Nikah siri bukannya tidak benar. Tapi sebagian dari kita terkesan lebih berani "menantang" Tuhan daripada menantang aparat hukum. Mungkin kita berpikir krn Tuhan maha pemurah dan pemaaf, besok besok kita bisa bertobat kali yee.. Sementara kalau bermain2 dgn hukum dan aparatnya, bisa langsung terasa kemplangannya..:)

Agama kita mengajarkan, kalo sepasang manusia ingin menikah, ada wali dari pihak wanita, ada saksi dan penghulu, silahkan go ahead. Tapi kan kita juga berikrar atas nama Tuhan untuk menyayangi pasangan kita, melindungi, memberi nafkah lahir batin (kalo nyebut nafkah batin pikirannya cuman di ranjang melulu padahal kan gak selamanya di ranjang, kadang di sofa ruang tamu, dapur....upss..maksud saya nafkah batin itu bukan cuman urusan seks tapi juga menyangkut menjaga perasaan, menyenangkan hati pasangan, etc). Intinya, ada tanggung jawab di dunia dan di akhirat kelak. Gak main2 kan? Bukan kayak ganti baju kalo ada yang disenangin (mentang2 bisa beli) langsung diambil, yang lama disimpan di lemari.

Jadi kalau nikah siri hanya krn sanggup ngasih harta dan rumah trus ketemunya kalo cuman pengen tukar cairan, kucing2an dg istri sah di rumah, gak mau ketahuan ama orang lain (bahkan dgn tetangga pun main umpet2an), belum lagi kalo punya anak, ada nama tapi gak ada akte kelahiran, tanggung jawabnya di mana ya? Nilai suci sebuah perkawinan di mana? Masih beranikah kita mengatakan nikah yang demikian sah secara agama?

Wallahualam bi ash-shawab

___________________________________________

1 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home