Balut, Gorgonzola dan Durian

Seorang teman kerja berkebangsaan Jerman yang pernah beberapa lama tinggal di Malaysia dan Thailand saat makan siang bersama pada suatu kesempatan bertanya kepada saya," Kalian kok bisa makan buah durian tanpa merasa terganggu dengan baunya?".
Saya cuma senyum, lalu menjawab, "Saya pribadi gak suka dengan durian. Tapi memang betul, buah itu disenangi banyak orang di negeri kami". "Di Philipina juga demikian," timpal seorang pare (teman) Philippino yang juga ikut makan siang itu. "Kami sering menyebutnya smells like hell but tastes like paradies," tambah si Philippino sambil tersenyum. Si Jerman cuman cengir sambil menggelengkan kepala tanda tak setuju.

Saat itu entah bagaimana awalnya, kami saling mendiskusikan makanan yang aneh aneh. Berawal dari mendiskusikan bagaimana orang orang di Jerman suka dengan Blutwurst, sosis yang terbuat dari darah (sapi atau babi) yang diberi bumbu yang dicampur dengan krim atau susu. Lalu pembicaraan beralih ke Balut, jenis makanan yang dikenal di Philippines dan Vietnam yg mengandung aphrodisiac dan berfungsi menambah tenaga.

Balut itu adalah telur bebek yang setengah jadi (bukan setengah masak!). Maksudnya setengah jadi di sini adalah setengah telur, setengah anak bebek. Balut adalah telur bebek yang dierami "setengah jalan". Biasanya, menurut teman saya sekitar 2-3 minggu disimpan di tempat khusus. Jika baby bebek sudah setengah terbentuk, saat itulah telur bebek tersebut diambil dan diberi bumbu. Bisa dimakan sebagai appetizer ataupun dicampur bersama nasi.


"Was für eine Vorspeise," celetuk teman saya. Ya, appetizer macam apa itu? Kebayang gak sih, telur bebek yang "berisi daging" menjadi santapan pembuka? Membayangkan baunya saja, cacing cacing di perut bisa jadi ilfil. Apalagi kalau mau memakannya. "Jadi kamu pernah makan Balut juga?" tanya si Jerman kepada si Philippino penasaran. "Tentu saja"!.

Kemarin saat di S Bahn (kereta) sepulang dari kantor, di sebuah stasiun, masuk seorang bapak setengah baya, berwajah tipikal Asia. Di tangan kanannya terlihat sebuah durian setengah terbuka, sementara tangan satunya memegang biji durian. Dia naik di stasiun kereta Rosenheimer Platz, tempat sebuah toko Asia yang cukup besar di Munich. Sambil berjalan mencari tempat duduk yang kosong, dia mengunyah duriannya. Saya lalu memperhatikan penumpang di sekitar saya, menunggu reaksi dari mereka. Saat itu seperti biasanya, setiap penumpang asyik sendiri2. Sebagian besar dari mereka serius membaca koran dan buku. Kakek di depan saya duduk sambil terkantuk kantuk bertumpu di atas tangannya yang memegang tongkat. Pria di seberang kiri saya tampak serius memelototi notebook yang dibawanya, sementara gadis teenager di depannya sibuk dengan hpnya. Tidak sampai semenit setelah bapak tersebut berlalu, semuanya -hampir serentak- bangkit dari kesibukannya masing masing, celingak celinguk sambil hidungnya mengendus endu. Beberapa dari mereka malah saling memandang curiga. Saya cuma senyum senyum melihat tingkah mereka sambil mengingat ucapan teman saya,"...it smells like hell.."..:-)

Makanan kesukaan lengkap dengan segala aromanya adalah soal selera. Tapi selera itu sendiri -menurut saya- banyak dibentuk oleh lingkungan tempat kita tumbuh. Seorang teman orang sini yang kebetulan beristrikan orang Indonesia juga suka complain setengah mati jika sang istri memasak menggunakan terasi. Bau yang menurutnya paling "horrible" yang pernah dia cium. "Para ahli pasti bingung di mana harus menempatkan terasi dalam piramida makanan," komentarnya. Sebaliknya sang istri suka protes jika suami menyantap roti dengan gorgonzola, jenis keju dari Italia yang menurut saya baunya tidak kalah horriblenya dengan terasi.

Kesimpulannya? Itu tadi, soal selera dan kebiasaan yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat kita tumbuh. Saat makan siang itu, si Jerman membela blutwurstnya setidaknya lebih mending daripada balut dan durian, sementara si Philippino juga bersikukuh dengan balutnya dibanding...."makan sosis darah"..:-)
Penumpang penumpang yang berada digerbong saya kemarin mungkin tidak pernah mencium bau durian sebelumnya. Mereka hanya bisa saling memandang curiga sambil mungkin mengumpat dalam hati...."siapa sih yang buang angin di tempat umum begini..".

Labels:


Baca selanjutnya.....
___________________________________________

Prügelei

Image kota Munich sebagai kota yang -relatif- aman dibanding kota kota besar lainnya di Jerman mulai dipertanyakan. Beberapa minggu terakhir ini setidaknya ada empat penyerangan yang dilakukan beberapa anak muda terhadap orang tua hanya karena alasan yang bisa dianggap sepele. Kejadian kejadian tersebut menjadi "bernilai" lebih karena semua yang menjadi korban adalah orang jerman sementara pelaku pelakunya adalah para pendatang. Bahkan ada diantara mereka yang baru beberapa bulan mendapat ijin tinggal di Jerman lewat bantuan suaka politik.

Yang paling parah -juga paling menarik perhatian media massa- adalah ketika seorang pensiunan berusia 76 tahun hampir mati dihajar oleh dua pemuda yang berasal dari Yunani dan Turki. Penyebabnya hampir tak masuk akal, pak tua menyuruh salah satu dari mereka mematikan api rokoknya ketika kebetulan mereka duduk di gerbong yang sama di sebuah subway. Tidak lama setelah keluar dari subway, si kakek dikejar oleh kedua pemuda tersebut dan dihajar sampai tergeletak. Untunglah -setidaknya- kamera pengawas di stasiun kereta berhasil merekam wajah kedua pelaku dan menjadi acuan polisi untuk menangkap mereka sehari kemudian.



Kejadian tersebut tentu saja memicu reaksi media massa dan orang lokal di sini. Hasil rekaman dari kamera pengawas berkali kali diulang di berbagai stasiun televisi. Koran lokal juga memuatnya sebagai headline. Dalam tayang ulang tersebut terlihat jelas bagaimana si kakek dipukul dari belakang kemudian berkali kali ditendang sampai tak sadarkan diri. Juga terdengar jelas salah satu dari pelaku yang berteriak, " scheiße Deutscher" yang kurang lebih berarti "f****in german"!!

Hampir semua surat pembaca yang dimuat di harian lokal mengusulkan hukuman penjara ataupun deportasi kembali ke negara asal mereka. Sebagai informasi, kedua pelaku masih berusia sekitar 20an tahun dan untuk mereka berlaku hukum untuk remaja di mana hukumannya hanya sebatas kerja sosial ataupun diikutkan therapy.

"Mereka memang masih muda tapi tindakan mereka sudah termasuk tindakan kriminal yang patut dihukum berat," begitu bunyi surat salah satu pembaca. Yang lebih keras menuliskan, "si S -salah satu nama depan pelaku -menerima tiap bulan tunjangan dari negara -dari pajak kita- pengangguran, hidup di Jerman, memaki dan memukul orang Jerman. Kenapa dia tidak tinggal di Turki tempat nenek moyangnya berasal?"

Sang ibu sambil meminta maaf kepada pelaku dan seluruh masyarakat Jerman memohon agar si anak tidak dideportasi. "Mau apa dia di sana (Turki)? Saya sejak gadis tinggal di Munich, hampir semua keluarga saya di sini. Anak2 saya juga lahir dan besar di sini. Dia seperti orang asing di sana."

Labels:


Baca selanjutnya.....
___________________________________________