Bulan


"That's one small step for man, one giant leap for mankind", adalah ucapan terkenal dari Neil Amstrong sesaat setelah kaki kirinya berpijak menyentuh permukaan bulan. Moment tersebut telah berlalu hampir 38 tahun yang lalu. Konon, saat ditunjuk untuk menjadi orang yang pertama yang bakal menginjakkan kaki di bulan, Amstrong banyak menerima masukan dan saran tentang kata kata apa yang sebaiknya dia ucapkan untuk momen penting tersebut. Dia sendiri mengaku kata kata tersebut tidak direncanakan sebelumnya dan muncul begitu saja di kepalanya sesaat sebelum space ship yang dia tumpangi mendarat.

Bulan sudah menarik perhatian umat manusia sejak jaman dahulu kala. Dia disebut di banyak cerita mythology berbagai bangsa. Mulai dari Yunani kuno, Romawi, Arab, Afrika, China sampai suku Inca, punya cerita tentang benda angkasa yang satu ini. Di Indonesiapun, tepatnya budaya Bali dan Jawa, mengenal Dewi Sri, dewi yang "mengendalikan" bulan.


Di dunia science dan filosofi, Aristotle sudah menulis tentang "tata surya" termasuk bulan lebih dari 2300 tahun yang lalu. Setelah Aristotle banyak teori yang berkembang mengenai keadaan bulan. Salah satu teori yang berlaku saat itu adalah benda benda di angkasa bergerak mengelilingi bumi. Baru di awal 1600an, Galileo dengan bantuan telescopicnya bisa mematahkan teori geosentris yang telah lama diyakini itu. Dia sekaligus bisa melihat dengan jelas bahwa sebagian permukaan bulan ditutupi oleh gunung dan lembah dan bahwa bulan sebenarnya tidak memancarkan sinarnya sendiri (yang terakhir ini telah disebutkan jauh sebelumnya oleh Al Quran).

Seiring dengan berjalannya waktu, bulan bukan lagi menjadi sesuatu yang asing seperti sebelumnya. Sampai sekarang tak terhitung berapa banyak misi luar angkasa yang dilakukan oleh berbagai bangsa untuk meneliti satelit alami dari planet bumi ini. Sifat sifat bulan seperti gaya grafitasinya yang cuma 1/6 milik bumi, atmosfer yang menutupi, topografi dan karakter bulan yang lain sudah banyak diketahui oleh umat manusia dewasa ini. Belakangan malah sudah ada tawaran buat orang biasa yang ingin melancong ke bulan sebagai turis, meski dengan harga yang masih sangat mahal (seratus juta US dollar). Ke depan, dalam hitungan 50-100 tahun, paket penerbangan murah macam Air Asia atau Ryan Air untuk ke bulan bisa jadi bakal jauh lebih terjangkau.

Kenapa manusia begitu penasaran dengan bulan? Menurut yang pernah saya baca, selain karena bulan merupakan benda luar angkasa yang paling dekat dengan bumi, dengan mempelajari bulan, manusia berharap bisa lebih mengetahui asal usul bumi dan alam raya ini. Bahkan bukan tidak mungkin suatu saat jika bumi sudah begitu sesak dan tidak nyaman, bulan bakal menjadi tempat tinggal alternatif untuk manusia.

Buat sebagian orang Indonesia, bulan selalu jadi pangkal perdebatan dan kebingungan. Itu hanya terjadi di bulan Ramadhan. Entah menentukan awal bulan ataupun akhir bulan suci tersebut. Herannya, tidak pernah ada perbedaan tentang hari yang lain semisal 10 Dzulhijjah, 1 Muharram ataupun 12 Rabiul Awal. Hampir selalu 1 Syawalnya yang berbeda.
Saya bukan ahli agama pun bukan ahli astronomi, oleh karenanya wajar jika saya yang awam ini bertanya apakah perbedaan tersebut tidak bisa dihindari?

Kalau kelompok yang satu menggunakan metode hisab sementara yang lain dengan rukyat, tidak bisakah mereka bersepakat untuk memilih satu cara saja? Demi menghindari perselisihan umat. Kalau sama2 memakai metode rukyat, tidak bisakah kriterianya disamakan? Jangan yang satu sedikit di atas nol derajat sementara yang lain harus 2 derajat kemunculan sang bulan.Toh dua2nya betul. Lupakah kita semua bahwa di akhirat kelak kita akan diidentifikasi sebagai umatnya Muhammad SAW, bukan umat partai ini atau umat partai itu. Kenapa sepertinya atribut kelompok lebih penting daripada kegelisahan umat?

Okelah kalau misalnya yang di Aceh lebaran lebih dulu daripada yang di Papua. Tapi kalau tinggal di kota yang sama, dengan alamat dan kode pos yang sama. Yang satu rumahnya nomor 18 sementara yang satu nomor 19 (depan rumah dong), seisi rumah yang satu masih sholat tarawih sementara tetangga depannya sudah takbiran, ironis kan?

Lalu ada yang nyeletuk,"perbedaan itu kan rahmat!".
Saya bisa bertanya balik," perbedaan yang mana mas?. Kalau berbeda pendapat dalam memilih ketua RT, Camat ataupun Presiden, tak apalah. Tapi kalau seseorang berkata bahwa gajah dewasa itu besar dan berbelalai panjang sementara yang satu ngotot mengatakan gajah itu kecil dan bertanduk di kepala, rahmatnya di mana?".
Saya jawab sendiri," rahmatnya pergi mencalonkan diri jadi ketua RT"...:-)

Ilmu pengetahuan sudah begitu maju saat ini. Bahkan sebenarnya posisi hilal dan terjadinya ijtima sudah bisa ditentukan untuk beberapa tahun ke depan. Buktinya gerhana matahari dan bulan untuk puluhan tahun mendatang pun bisa diramalkan dengan tepat. Apalagi kalau sekedar menentukan kehadiran bulan dua tiga hari ke depan. Memang Rasulullah berkata "Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah (ber Idul Fitri) karena melihat bulan", tapi janganlah selalu terpaku pada konteks. Saya yakin beliau tidak akan keberatan kalau kita memakai ilmu pengetahuan dalam hal ini. Bukankah Al Quran sering mengingatkan "afala ta'kilun" (tidakkah kamu menggunakan akalmu?) atau "afala tatafakkarun" (tidakkah engkau berpikir?).

Jangan sampai suatu saat McDonald atau KFC sudah buka cabang di bulan sementara keturunan kita di Indonesia masih berselisih paham dalam "MELIHAT" bulan.

Wallahualam.

Akhir kata, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H. Mohon Maaf atas segala kesalahan dalam ucapan, tulisan dan perbuatan.





Infomarsi tentang bulan diambil dari berbagai sumber.Gambar diambil dari icstars.com






Baca selanjutnya.....
___________________________________________